MEDAN~Proses revisi penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara (Sumut) atau yang biasa dikenal dengan revisi SK Menhut No. 44/2005 telah memasuki tahapan verifikasi oleh Tim Terpadu yang dibentuk Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Kami memperoleh informasi bahwa Tim Terpadu sudah turun ke Sumut, dan bekerja kurang lebih hanya 2 minggu saja. Dalam waktu yang cukup singkat untuk meneliti seluruh kawasan yang diusulkan, kami meminta dan mendesak para Anggota Tim untuk bekerja profesional sesuai Permenhut No. 36/Menhut-II/2010 dan benar-benar mempertimbangkan kawasan yang diusulkan sesuai fakta lapangan dan prinsip ekologi.
Jangan sampai kemudian banyak pihak yang tersangkut kasus pidana kehutanan, apalagi tersangkut kasus korupsi akibat kerja anggota tim yang main mata.
Hal ini perlu kami ingatkan sebab usulan revisi ini sarat tarik-menarik kepentingan banyak pihak, yang lebih mengedepankan kepentingan ekonomi orang-orang atau perusahaan tertentu.
Karenanya Tim Terpadu ini harus berada pada posisi yang independen sesuai keahlian tugas dan akademiknya, tidak terjebak dukung-mendukung kepentingan tersebut karena ada iming-iming.
Ada dua hal yang harus menjadi pertimbangan Tim Terpadu nantinya dalam melakukan verifikasi, yakni pertama bahwa kawasan hutan yang diusulkan untuk dikeluarkan seluas kurang lebih 600-an ribu hektar lebih mengutamakan investasi.
Karena diatas kawasan �kawasan yang diusulkan tersebut sudah berdiri investasi diluar kegiatan kehutanan, seperti perkebunan, hotel atau tempat wisata.
Sementara disatu sisi, wilayah adat (baik pemukiman, dan perladangan/hutan sebagai sumber ekonomi) yang keberadaannya jauh sebelum SK Menhut No. 44/2005 bahkan sebelum TGHK tidak menjadi pertimbangan.
Kedua adalah, pertimbangan ekologis sangat minim dalam usulan tersebut dan bahkan cenderung terabaikan. Misalnya untuk Daerah Tangkapan Danau Toba, justeru diminimalisir zona penyanggahnya. Juga keberadaan lahan gambut disepanjang pantai barat dan labuhan batu, maupun gambut dataran tinggi tidak dijadikan sebagai kawasan lindung. Dan kawasan mangrove juga terabaikan.
Kami berharap dengan penilaian yang profesional dan adil maka konflik-konflik terkait pengelolaan kehutanan, terutama yang meminggirkan hak-hak masyarakat adat dapat diminimalisir. Dan kemungkinan bencana yang dapat ditimbulkan karena proses pembangunan dapat dikurangi.(MBA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar