Senin, 22/11/2010 12:28:03 WIB
Oleh: Master Sihotang
MEDAN: Anggota DPRD Sumatra Utara mendesak agar Menteri Kehutanan secepatnya merealisasikan revisi SK 44/2005 yang diajukan pemerintah daerah.
Tim Reses DPRD Biller Pasaribu bersama Aduhot Simamora, Tohonan Silalahi, dan Oloan Simbolon akan memperjuangkan revisi SK Menhut itu demi kepentingan masyarakat.
"DPRD Sumut sudah membentuk pansus tata ruang, sehingga diharapkan kerja sama dari semua pihak termasuk pemerintah maupun masyarakat, tokoh-tokoh adat untuk memberikan data-data yang jelas sehingga pembahasan tata ruang akan terlihat mana hak ulayat, tanah adat, hutan produksi, dan hutan lindung. Dengan demikian data yang dimiliki tidak berbeda dengan data yang ada di pusat," ujar Aduhot Simamora di Medan hari ini.
Menurut dia, dengan membawa data yang ada, DPRDSU akan berangkat ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan agar SK Menhut nomor 44/2005 ditinjau sesegera mungkin, karena tidak memberikan ruang kehidupan kepada masyarakat. "Kalau semuanya hutan lindung maka masyarakat tidak bisa mengembangkan pertanian," tuturnya.
Warga Humbahas Guntur Simamora juga mengharapkan agar SK Menhut 44/2005 segera direvisi karena SK tersebut merugikan masyarakat, Masyarakat Humbang Hasundutan mengharapkan peran serta DPRDSU agar SK Menhut 44/2005 segera ditinjau ulang sebab kenyataanya banyak warga menjadi resah dan menjadi penumpang ditanahnya sendiri yang telah diusahai secara turun temurun. "Ironisnya lagi keberadaan SK tersebut telah merugikan masyarakat terutama yang tinggal dipedesaan," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Marganti Manullang mengatakan bahwa 70% daerah Humbang Hasundutan masuk kawasan hutan kalau mengacu kepada SK No. 44/2005. "Perkantoran dan perladangan penduduk yang sudah lama diusahai masuk kawasan hutan," ujarnya.
Pemerintah, kata dia, tidak berhak melarang rakyatnya mengusahai perladangan yang sudah lama diusahai. Apalagi, tuturnya, masyarakat sudah hidup lama di daerah itu sebelum Indonesia merdeka. "Selama perjuangan Raja Sisingamangaraja XII, perkampungan dan perladangan di Humbang Hasundutan sudah ada." (msw)
Tim Reses DPRD Biller Pasaribu bersama Aduhot Simamora, Tohonan Silalahi, dan Oloan Simbolon akan memperjuangkan revisi SK Menhut itu demi kepentingan masyarakat.
"DPRD Sumut sudah membentuk pansus tata ruang, sehingga diharapkan kerja sama dari semua pihak termasuk pemerintah maupun masyarakat, tokoh-tokoh adat untuk memberikan data-data yang jelas sehingga pembahasan tata ruang akan terlihat mana hak ulayat, tanah adat, hutan produksi, dan hutan lindung. Dengan demikian data yang dimiliki tidak berbeda dengan data yang ada di pusat," ujar Aduhot Simamora di Medan hari ini.
Menurut dia, dengan membawa data yang ada, DPRDSU akan berangkat ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan agar SK Menhut nomor 44/2005 ditinjau sesegera mungkin, karena tidak memberikan ruang kehidupan kepada masyarakat. "Kalau semuanya hutan lindung maka masyarakat tidak bisa mengembangkan pertanian," tuturnya.
Warga Humbahas Guntur Simamora juga mengharapkan agar SK Menhut 44/2005 segera direvisi karena SK tersebut merugikan masyarakat, Masyarakat Humbang Hasundutan mengharapkan peran serta DPRDSU agar SK Menhut 44/2005 segera ditinjau ulang sebab kenyataanya banyak warga menjadi resah dan menjadi penumpang ditanahnya sendiri yang telah diusahai secara turun temurun. "Ironisnya lagi keberadaan SK tersebut telah merugikan masyarakat terutama yang tinggal dipedesaan," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Marganti Manullang mengatakan bahwa 70% daerah Humbang Hasundutan masuk kawasan hutan kalau mengacu kepada SK No. 44/2005. "Perkantoran dan perladangan penduduk yang sudah lama diusahai masuk kawasan hutan," ujarnya.
Pemerintah, kata dia, tidak berhak melarang rakyatnya mengusahai perladangan yang sudah lama diusahai. Apalagi, tuturnya, masyarakat sudah hidup lama di daerah itu sebelum Indonesia merdeka. "Selama perjuangan Raja Sisingamangaraja XII, perkampungan dan perladangan di Humbang Hasundutan sudah ada." (msw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar